SUMBER-SUMBER HUKUM FIQIH
Sumber-Sumber Fiqh Islam
Semua hukum yang
terdapat dalam fiqih Islam kembali kepada empat sumber:
1. Al-Qur’an
Al Qur’an adalah
kalamullah yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad untuk menyelamatkan
manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Ia adalah sumber
pertama bagi hukum-hukum fiqih Islam. Jika kita menjumpai suatu permasalahan,
maka pertamakali kita harus kembali kepada Kitab Allah guna mencari hukumnya.
Sebagai contoh:
Bila kita ditanya
tentang hukum khamer (miras), judi, pengagungan terhadap bebatuan dan mengundi
nasib, maka jika kita merujuk kepada Al Qur’an niscaya kita akan mendapatkannya
dalam firman Allah subhanahu wa Ta’ala: (QS. Al maidah: 90)
Bila kita ditanya
tentang masalah jual beli dan riba, maka kita dapatkan hukum hal tersebut dalam
Kitab Allah (QS. Al baqarah: 275). Dan masih banyak contoh-contoh yang lain
yang tidak memungkinkan untuk di perinci satu persatu.
2. As-Sunnah
As-Sunnah yaitu semua
yang bersumber dari Nabi berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan.
Contoh perkataan/sabda
Nabi:
“Mencela sesama muslim
adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran.” (Bukhari no. 46, 48, muslim no. 64, 97,
Tirmidzi no. 1906,2558, Nasa’i no. 4036, 4037, Ibnu Majah no. 68, Ahmad no.
3465, 3708)
Contoh perbuatan:
Apa yang diriwayatkan
oleh Bukhari (Bukhari no. 635, juga diriwayatkan oleh Tirmidzi no. 3413, dan
Ahmad no. 23093, 23800, 34528) bahwa ‘Aisyah pernah ditanya: “Apa yang biasa
dilakukan Rasulullah di rumahnya?” Aisyah menjawab: “Beliau membantu
keluarganya; kemudian bila datang waktu shalat, beliau keluar untuk
menunaikannya.”
Contoh persetujuan:
Apa yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud (Hadits no. 1267) bahwa Nabi pernah melihat seseorang shalat dua
rakaat setelah sholat subuh, maka Nabi berkata kepadanya: “Shalat subuh itu
dua rakaat”, orang tersebut menjawab, “sesungguhnya saya belum shalat
sunat dua rakaat sebelum subuh, maka saya kerjakan sekarang.” Lalu Nabi shollallahu’alaihiwasallam
terdiam. Maka diamnya beliau berarti menyetujui disyari’atkannya shalat Sunat
Qabliah subuh tersebut setelah shalat subuh bagi yang belum menunaikannya.
As-Sunnah adalah sumber
kedua setelah al Qur’an. Bila kita tidak mendapatkan hukum dari suatu
permasalahn dalam Al Qur’an maka kita merujuk kepada as-Sunnah dan wajib
mengamalkannya jika kita mendapatkan hukum tersebut. Dengan syarat, benar-benar
bersumber dari Nabi shollallahu’alaihiwasallam dengan sanad yang sahih.
As Sunnah berfungsi
sebagai penjelas al Qur’an dari apa yang bersifat global dan umum. Seperti
perintah shalat; maka bagaimana tatacaranya didapati dalam as Sunnah. Oleh
karena itu Nabi bersabda:
“Shalatlah kalian
sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (Bukhari no. 595)
Sebagaimana pula
as-Sunnah menetapkan sebagian hukum-hukum yang tidak dijelaskan dalam Al
Qur’an. Seperti pengharaman memakai cincin emas dan kain sutra bagi laki-laki.
3. Ijma’
Ijma’ bermakna:
Kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Muhammad shollallahu’alaihiwasallam dari
suatu generasi atas suatu hukum syar’i, dan jika sudah bersepakat ulama-ulama
tersebut—baik pada generasi sahabat atau sesudahnya—akan suatu hukum syari’at
maka kesepakatan mereka adalah ijma’, dan beramal dengan apa yang telah menjadi
suatu ijma’ hukumnya wajib. Dan dalil akan hal tersebut sebagaimana yang
dikabarkan Nabi shollallahu’alaihiwasallam, bahwa tidaklah umat ini akan
berkumpul (bersepakat) dalam kesesatan, dan apa yang telah menjadi kesepakatan
adalah hak (benar).
Dari Abu Bashrah rodiallahu’anhu,
bahwa Nabi shollallahu’alaihiwasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah
tidaklah menjadikan ummatku atau ummat Muhammad berkumpul (besepakat) di atas
kesesatan.” (Tirmidzi no. 2093,
Ahmad 6/396)
Contohnya:
Ijma para sahabat ra
bahwa kakek mendapatkan bagian 1/6 dari harta warisan bersama anak laki-laki
apabila tidak terdapat bapak.
Ijma’ merupakan sumber
rujukan ketiga. Jika kita tidak mendapatkan didalam Al Qur’an dan demikian pula
sunnah, maka untuk hal yang seperti ini kita melihat, apakah hal tersebut telah
disepakatai oleh para ulama muslimin, apabila sudah, maka wajib bagi kita
mengambilnya dan beramal dengannya.
4. Qiyas
Yaitu: Mencocokan
perkara yang tidak didapatkan di dalamnya hukum syar’i dengan perkara lain yang
memiliki nash yang sehukum dengannya, dikarenakan persamaan sebab/alasan antara
keduanya. Pada qiyas inilah kita meruju’ apabila kita tidak mendapatkan nash
dalam suatu hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al Qur’an, sunnah
maupun ijma’.
Ia merupakan sumber
rujukan keempat setelah Al Qur’an, as Sunnah dan Ijma’.
Rukun Qiyas
Qiyas memiliki empat
rukun:
- Dasar (dalil).
- Masalah yang akan diqiyaskan.
- Hukum yang terdapat pada dalil.
- Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan.
Contoh:
Allah mengharamkan
khamer dengan dalil Al Qur’an, sebab atau alasan pengharamannya adalah karena
ia memabukkan, dan menghilangkan kesadaran. Jika kita menemukan minuman
memabukkan lain dengan nama yang berbeda selain khamer, maka kita menghukuminya
dengan haram, sebagai hasil Qiyas dari khamer. Karena sebab atau alasan
pengharaman khamer yaitu “memabukkan” terdapat pada minuman tersebut, sehingga
ia menjadi haram sebagaimana pula khamer.
Inilah sumber-sumber
yang menjadi rujukan syari’at dalam perkara-perkara fiqih Islam, kami sebutkan
semoga mendapat manfaat, adapun lebih lengkapnya dapat dilihat di dalam kitab-kitab
usul fiqh Islam (Fiqhul Manhaj ‘ala Manhaj Imam Syafi’i).
Comments
Post a Comment