ISTIHSAN

Pengertian istihsan
 
Menurut bahasa istihsan berarti menganggap baik. Sedangkan menurut istilah ahli ushul yang dimaksud dengan  istihsan ialah berpindahnya seorang mujtahid dari hukum yang dikehendaki oleh qiyas jaly (jelas) kepada hukum yang dikehendaki oleh qiyas khafy (samar-samar), atau dari hukum kully (umum) kepada hukum yang bersifat khusus dan istina’I (pengecualian), karena ada dalil syara’ yang menghendaki perpindahan itu.
Macam-macam istihasan
 
Dari pengertian di atas jelas bahwa istihsan itu ada dua, yaitu:
a.       Menguatkan Qiyas khafy atas Qiyas jaly dengan dalil. Misalnya, menurut ulama hanafiyah bahwa wanita yang sedang haid boleh membaca Al-Qur’an berdasarkan istihsan tetapi haram menurut Qiyas.
Qiyas: wanita yang sedang haid itu diqiyaskan kepada orang junub dengan illat sama-sama tidak suci. Orang junub haram membaca Al-Qur’an, maka orang haid juga haram membaca Al-Qur’an.
Istihsan: haid berbeda dengan junub, karena haid waktunya lama, maka wanita yang sedang haid diperbolehkan membaca Al-Qur’an, sebab bila tidak, maka karena haid yang panjang itu wanita tidak memperoleh pahala ibadah apa pun, sedang laki-laki dapat beribadah setiap saat.
b.      Pengecualian sebagai hukum kully dengan dalil. Atau meninggalkan hukum kully kepada hukum istihsan. Misalnya, jual beli salam (pesanan) berdasarkan istihsan diperolehkan. Menurut dalil kully, syara’ melarang jual beli yang barangnya tidak ada pada waktu akad. Alasan istihsan ialah manusia berhajat kepada akad seperti itu dan sudah menjadi kebiasaan mereka.
 
Kedudukan Istihsan Sebagai Sumber Hukum Islam
 
Para ulama berbeda pendapat tentang kehujjahan istihsan:
a.       Jumhur ulama menolak berhujjah dengan istihsan, sebab berhujjah dengan istihsan berarti menetapkan hukum berdasarkan hawa nafsu.
b.      Golongan Hanafiyah membolehkan berhujjah dengan istihsan. Menurut mereka, berhujjah dengan istihsan hanyalah berdalilkan qiyas khafy yang kuatkan terhadap qiyas jally atau menguatkan satu qiyas terhadap qiyas lain yang bertentangan dengannya berdasarkan dalil yang menghendaki penguatan itu. Atau berdalilkan maslahat untuk mengecualikan sebagian dari hukum kully.
c.       Fuqaha Hanafiyah maupun Malikiyah baru mamakai istihsan apabila penerapan hukum berdasarkan qiyas jaly itu mengakibatkan kejanggalan dan ketidak adilan.
Letak perbedaan antara ulama yang pro dan yang kontra terhadap istihsan ialah pemahamannya terhadap ungkapan istilah tersebut. Bagi yang kontra terhadap istihsan menganggap bahwa istihsan itu adalah usaha untuk menetapkan hukum tanpa dasar yang kuat hanya semata-mata didasarkan kepada hawa nafsunya. Padahal sebenarnya yang dimaksud dengan istihsan itu adalah semata-mata untuk mendapatkan kemaslahatan dalam kehidupan manusia.

Comments

Popular posts from this blog

DALALAT AL-IQTIRAN

MASHALIH AL-MURSALAH

MADZHAB SHAHABI